WAJAH DI BALIK JENDELA
Di suatu tempat hiduplah kedua kakak beradik. Kedua bersaudara ini sangat berbeda sifatnya, yang tua bernama Bang Agus, ia bersifat pemberani sedangkan adiknya bernama Odi mempunyai sifat sebaliknya yakni penakut.
Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya, ketika merasa ada yang tak beres di kamarnya, ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya tak tenteram.
Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaan di luar. Ia merasa heran melihat daun palem yang tumbuh belum seberapa tinggi itu bergoyang.
“ Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yang lewat tadi,” pikir Odi menenteramkan hati.
Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi beberapa menit kemudian ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar.
Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya ke luar kamar menuju kamar kamar bang Agus di sebelah kamarnya.
“ Ada apa dengan kamu Di? “ tanya bang Agus ketika melihat Odi yang tiba – tiba masuk ke kamarnya dengan wjah pucat pasi.
“ Ada hantu......ah atau mungkin......” Odi gugup.
“ Dimana? “ bang Agus bertanya.
“ Di balik jendela kamar. Aku baru saja melihatnya,” jawab Odi.
Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apapun yang aneh.
“ Sebenarnya apa yang kamu lihat tadi, Di? “ tanya bang Agus sekali lagi.
“ Ada muka yang menempel di kaca jendela ini. Tetapi aku tidak begitu jelas melihanya.Sepertinya ia memakai mantel bertopi yang ia tutupkan ke kepalanya,” Odi berusaha mengingat apa yang dilihatnya.
Bang Agus mendengus, “ Buktinya di luar tidak ada apa – apa. Sudahlah, kamu pasti lagi ngelamun yang tidak – tidak barusan,” ujar bang Agus.
Odi ingin protes. Tetapi dipikir – pikir percuma saja. Bang Agus pasti akan tetap mengiranya mengada – ada.
“ Tirai jendela ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti kalau kamu melihat yang aneh – aneh lagi, teriak saja,” kata bang Agus meninggalkan Odi sendirian.
Odi menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian ia berusaha melupakan kejadian yang baru dialaminya dan meneruskan pekerjaanya.
Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi merapikan kamarnya dahulu. Beberapa mainan yang tergeletak di lantai, diletakkan di tempatnya. Karena dua hari lalu Odi baru saja merayakan pesta ulang tahunnya jadi banyak hadiah mainan, buku, dan benda pajangan yang diterima lainnya, yang kini memenuhi kamarnya.
Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri ke tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikitpun melirik ke jendela. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Zada, temannya yang senang memecahkan kejadian – kajadian aneh.
Esok harinya, ketika bertemu Zada di sekolah. Odi langsung menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam.
Saat istirahat tiba, Zada mulai beraksi menanyakan teman – teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi.. Tetapi, jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Zada.
Malamnya, Zada sengaja belajar di rumah Odi. Sesekali, mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga.
“ Rupanya hantu itu takut terhadapku,” bisik Zada. Tak berapa lama kemudian ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.
Sepeninggal Zada, Odi kembali gelisah. Apalagi, Zada berpesan agar tirai jendela kamarnya dibiarkan terbuka. Sementara, Odi berpura – pura mencari kesibukan di meja belajarnya. Akhirnya, ia tidak bisa menahan keinginan untuk menoleh ke jendela kamarnya.
“ Wajah itu lagi!!!...” Odi langsung berteriak.
Ia langsung lari keluar kamar menuju kamar bang Agus. Buru – buru diseretnya bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah,tepat di depan kamar Odi, terlihat Zada yang tengah bergumul seru mencekal seorang sebayanya yang terus meronta.
“ Hentikan!!! Dia itu Diki . Aku mengenalnya.” Seru bang Agus kemudian
Zada melepaskan cekalannya. Diki langsung menghampri bang Agus. Zada dan Odi sma – sma ternganga ketika melihat Diki sibuk menggerk- gerakkan tangannya dan anggota rtubuh lainnya di depan bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.
“ Beberapa hari yang lalu aku membeli patung kayu yang dijual Diki dipasar untuk kado ulang tahu Odi. Rupanya Diki ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung kayu itu.” pinta bang Agus.
Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbertuk kuda ditangannya. Begitu Diki diserahi patung itu, ia buru – buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga kecil disana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebuah cincin.
“ Itu peninggalan ibunya,” jelas bang Agus setelah Diki mengembalikan patung kuda kapada Odi. Bang Agus segera minta mereka saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak lama kemudian, Diki langsung pulang, disusul Zada yang bajunya sedikit terkoyak.
Malam itu, Odi tidur nyenyak tanpa dibayangi ketakutan. Besok, ia ingin bang Agus mengajarkan bahasa isyarat agar ia juga dapat bicara dengan teman barunya itu.
By: Dian-ar.co.nr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar